Desa Ku
Nama Ku Amir,
Aku tinggal di desa Sukasari. Desa yang indah dan makmur. Tak ada yang mampu
menandingi keindahan alam desa ku. Tak ada suara bising kendaraan seperti di
kota. Tak ada polusi udara karena asap pabrik yang menusuk paru-paru, atau limbah
yang akan meracuni ikan-ikan kecil yang hidup di sungai. Semuanya serba hijau
dan segar yang membuat mata betah memandang setiap sudut desa. Pohon-pohon
besar yang rindang yang meneduhkan tertata rapi di setiap sudut. Setiap orang
yang datang akan di suguhi pemandangan yang memanjakan mata.
Sore itu Aku
pulang dari kebun, aku berjalan melewati areal persawahan yang sudah mulai
berbuah. Terlihat seorang kakek berjalan menyeberangi sungai kecil yang berair
tenang dan jernih. Tampak kaki tuanya yang mulai rapuh di dekati oleh ikan-ikan
kecil, yang merasa asing dengan kehadiran kaki kakek tersebut. Di sawah
seberang sungai juga terlihat beberapa petani yang sedang beristirahat setelah
bekerja seharian. Setelah beberapa saat berjalan, aku berpapasan dengan seorang
penjual bubur yang sedang berjalan sambil menjajakan dagangannya. Dengan suara
yang lantang Ia menjajakan buburnya. Dari jauh tampak beberapa anak kecil yang
menunggu kedatangan penjual bubur itu.
Dulu kata Ibu
ku, desa kami kering tandus. Sungai,sawah,pohon pun ikut kering. Seperti sebuah
gurun tak berair di atas dataran tinggi. Hanya debu yang berterbangan tertiup
angin dengan udar yang panas, seakan-akan sinar matahari dapat menghanguskan
semuanya dalam sekejap. Semua itu karena ulah warga desa sendiri. Mereka
menebang pohon dengan seenaknya,tak perduli dengan akibat yang akan terjadi
suatu hari nanti. Akibatnya desa kami kering dan tandus. Sering terjadi krisis
air bersih saat musim kemarau tiba. Dan terjadi tanah longsor saat musim hujan,
karena banyaknya lahan yang kosong tanpa ada pohon. Sehingga banyak tanah
longsor yang menerjang di setiap sudut desa.
Setelah
beberapa waktu bencana itu terjadi, warga desa mulai sadar akan penyebab semua
itu. Mereka mulai bahu membahu menghijaukan kembali desa ini. Mereka mulai
menanami lahan-lahan gundul dan tempat yang rawan terjadi tanah longsor.
Tua-muda, laki-laki perempun bekerja sama untuk melakukan perubahan.
Beberapa saat
setelah mereka bekerja, mulai tampak hasil yang mereka tuai. Tidak lagi terjadi
kekeringan saat musim kemarau, ataupun tanah longsor saat musim hujan. Sejak
saat itu desa kembali makmur dan sejahtera. Tak ada lagi masalah yang membuat
mereka risau, karena mereka akan mampu menyelesaikannya bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar