Senin, 30 September 2013

cerpen

Desa Ku


Nama Ku Amir, Aku tinggal di desa Sukasari. Desa yang indah dan makmur. Tak ada yang mampu menandingi keindahan alam desa ku. Tak ada suara bising kendaraan seperti di kota. Tak ada polusi udara karena asap pabrik yang menusuk paru-paru, atau limbah yang akan meracuni ikan-ikan kecil yang hidup di sungai. Semuanya serba hijau dan segar yang membuat mata betah memandang setiap sudut desa. Pohon-pohon besar yang rindang yang meneduhkan tertata rapi di setiap sudut. Setiap orang yang datang akan di suguhi pemandangan yang memanjakan mata.
Sore itu Aku pulang dari kebun, aku berjalan melewati areal persawahan yang sudah mulai berbuah. Terlihat seorang kakek berjalan menyeberangi sungai kecil yang berair tenang dan jernih. Tampak kaki tuanya yang mulai rapuh di dekati oleh ikan-ikan kecil, yang merasa asing dengan kehadiran kaki kakek tersebut. Di sawah seberang sungai juga terlihat beberapa petani yang sedang beristirahat setelah bekerja seharian. Setelah beberapa saat berjalan, aku berpapasan dengan seorang penjual bubur yang sedang berjalan sambil menjajakan dagangannya. Dengan suara yang lantang Ia menjajakan buburnya. Dari jauh tampak beberapa anak kecil yang menunggu kedatangan penjual bubur itu.
Dulu kata Ibu ku, desa kami kering tandus. Sungai,sawah,pohon pun ikut kering. Seperti sebuah gurun tak berair di atas dataran tinggi. Hanya debu yang berterbangan tertiup angin dengan udar yang panas, seakan-akan sinar matahari dapat menghanguskan semuanya dalam sekejap. Semua itu karena ulah warga desa sendiri. Mereka menebang pohon dengan seenaknya,tak perduli dengan akibat yang akan terjadi suatu hari nanti. Akibatnya desa kami kering dan tandus. Sering terjadi krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Dan terjadi tanah longsor saat musim hujan, karena banyaknya lahan yang kosong tanpa ada pohon. Sehingga banyak tanah longsor yang menerjang di setiap sudut desa.
Setelah beberapa waktu bencana itu terjadi, warga desa mulai sadar akan penyebab semua itu. Mereka mulai bahu membahu menghijaukan kembali desa ini. Mereka mulai menanami lahan-lahan gundul dan tempat yang rawan terjadi tanah longsor. Tua-muda, laki-laki perempun bekerja sama untuk melakukan perubahan.
Beberapa saat setelah mereka bekerja, mulai tampak hasil yang mereka tuai. Tidak lagi terjadi kekeringan saat musim kemarau, ataupun tanah longsor saat musim hujan. Sejak saat itu desa kembali makmur dan sejahtera. Tak ada lagi masalah yang membuat mereka risau, karena mereka akan mampu menyelesaikannya bersama-sama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar